Kamis, 19 April 2012

teori kepemimpinan contigensi yetton parth goal contoh kasus


Teori Kepemimpinan Fiedler (Contigensi of Leadhership)
Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa efektivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan dengan dua karakteristik:
  1. Derajat situasi di mana pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengaruhi situasi
  2. Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidakpastian.
Fiedler mengidentifikasikan ketiga unsur dalam situasi kerja ini untuk membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif yaitu hubungan pimpinan anggota, struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan dari wewenang formal. Studi Fiedler ini tidak melibatkan variabel-variabel situasional lainnya, seperti motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Model Contingency dari kepemimpinan yang efektif dikembangkan oleh Fiedler (1967) . Menurut model ini, maka the performance of the group is contingen upon both the motivasional system of the leader and the degree to which the leader has control and influence in a particular situation, the situational favorableness (Fiedler, 1974:73). Dengan perkataan lain, tinggi rendahnya prestasi kerja satu kelompok dipengaruhi oleh sistem motivasi dari pemimpin dan sejauh mana pemimpin dapat mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi tertentu.
Untuk menilai sistem motivasi dari pemimpin, pemimpin harus mengisi suatu skala sikap dalam bentuk skala semantic differential, suatu skala yang terdiri dari 16 butir skala bipolar. Skor yang diperoleh menggambarkan jarak psikologis yang dirasakan oleh peminpin antara dia sendiri dengan “rekan kerja yang paling tidak disenangi” (Least Prefered Coworker = LPC). Skor LPC yang tinggi menunjukkan bahwa pemimpin melihat rekan kerja yang paling tidak disenangi dalam suasana menyenangkan. Dikatakan bahwa pemimpin dengan skor LPC yang tinggi ini berorientasi ke hubungan (relationship oriented). Sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan derajat kesiapan pemimpin untuk menolak mereka yang dianggap tidak dapat bekerja sama. Pemimpin demikian, lebih berorientasi ke terlaksananya tugas (task oriented). Fiedler menyimpulkan bahwa:
Pemimpin dengan skor LPC rendah (pemimpin yang berorientasi ke tugas) cenderung untuk berhasil paling baik dalam situasi kelompok baik yang menguntungkan, maupun yang sangat tidak menguntungkan pemimpin.
Pemimpin dengan skor LPC tinggi ( pemimpin yang berorientasi ke hubungan) cenderung untuk berhasil dengan baik dalam situasi kelompok yang sederajat dengan keuntungannya.
Sedangkan untuk hal yang kedua ditentukan oleh tiga variable sitiuasi:
  1. Task structure : keadaan tugas yang di hadapi apakah structured task atau unstructured task
  2. Leader member relationship : hubungan antara pemimpin dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai)
  3. Position power : ukuran actual pemimpin, ada beberapa power yaitu :
  • Legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
  • Reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang di berikan pemimpin
  • Coersive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
  • Expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinanya
  • Referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinanya
  • Information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya

        TEORI KEPEMIMPINAN NORMATIVE VROOM & YETTON

November 16th, 2009 • RelatedFiled Under
Teori kepemimpinan Vroom&Yetton ini merupakan salah satu teori contingency. Teori ini dikembangkan oleh Vroom & Yetton (1973) dan disebut juga sebagai model normatif tentang kepemimpinan, karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu, yang berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasi gangguan pencapaian tujuan kelompok. Model yang menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam berbagai situasi. Model ini menunjukan bahwa tidak ada corak kepemimpinan tunggal yg dapat diterapkan pada semua situasi.
Pada hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat untuk:
a. Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving situations)
b. Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga parameter yang penting yaitu: (1) klasifikasi gaya kepemimpinan; (2) kriteria efektivitas keputusan; (3) kriteria penemukenalan jenis situasi pemecahan persoalan.
Lima pola umum Gaya Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan (Vroom & Yetton, 1973) :
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
 
Dasar teori ini merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.

Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).

Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang
(1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan
(2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.

Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness).

Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi

KOMPAS.com — Perusahaan teknologi asal Jepang, Sony Corp, menyatakan akan memangkas 10.000 karyawan atau sekitar 6 persen dari angkatan kerja global. Pemutusan hubungan kerja (PHK) ini merupakan imbas dari kerugian besar yang dialami dari bisnis televisi Sony.

Hal ini disampaikan CEO Sony Corp, Kazuo Hirai, dalam sebuah konferensi pers yang diadakan pada Kamis (12/4/2012). Menurut Hirai, kerugian Sony sudah terjadi selama empat tahun berturut-turut dengan total 520 miliar dollar AS.

"Sebagai CEO, saya mengambil keputusan ini dengan serius. Pada saat yang sama, keputusan ini memperkuat tekad saya untuk mengubah Sony. Karyawan juga ingin Sony kembali pada kejayaan," ungkap Hirai dalam jumpa pers.

Sony, yang menjalankan bisnis kamera digital dan komputer pribadi serta konsol game Play Station, telah terpukul dari kompetitor sekelas Apple dan Samsung Electronics. Selama empat tahun terakhir, Sony mengalami gangguan produksi, ditambah bencana banjir yang melanda Thailand. Bencana ini sangat berpengaruh terhadap pasokan manufaktur Sony.

"Sony akan berubah. Saya telah sepenuhnya mengabdikan diri untuk mengubah Sony," ungkap lelaki berusia 51 tahun ini.

Hirai menambahkan, setelah PHK ini, Sony akan fokus kepada industri kamera digital, game, dan smartphone. Sony juga berencana untuk memperluas bisnis peralatan medis, seperti produk endoskopi dan akan memasuki bisnis diagnosis medis.

Sony juga akan menargetkan pertumbuhan baru di pasar negara berkembang, seperti India dan Meksiko, serta menargetkan pendapatan 2,6 triliun yen hingga Maret 2015. Secara global, Sony menargetkan pendapatan 8,5 triliun yen hingga Maret 2015.

Hingga Februari 2012, Sony masih mengalami kerugian bersih sebesar 220 miliar yen. Sony memprediksi, mereka akan kembali ke laba operasional sekitar 180 miliar yen hingga Maret 2013.

Setelah pengumuman PHK ini, Sony akan merilis pendapatan dan perkiraan pendapatan pada Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar