Kamis, 28 November 2013

MORALITAS KORUPTOR

Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai  negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Kasus-kasus korupsi di Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini karena korupsi di Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah. Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari jangkitan virus korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia termasuk salah satu negara terkorup di dunia.
          Korupsi yang semakin subur dan seakan tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah ; merupakan bukti nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita. Namun apakah korupsi hanya diakibatkan oleh persoalan moralitas belaka?.Setidaknya ada dua hal mendasar yang menjadi penyebab utama semakin merebaknya korupsi. Pertama: mental aparat yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak karakter bobrok yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak. Sebagian besar para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena ketamakannya, mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak ini biasanya berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang konsumtif. Ujungnya, aparat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Yang lebih mendasar lagi adalah tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat. Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi setiap individu untuk tidak berbuat melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya sangat besar: azab neraka. Kedua: kerusakan sistem politik, hukum dan pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan banyak peluang kepada aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan korupsi. Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru diindikasi “mempermudah” (Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota DPR/D—tersangkut perkara pidana harus mendapatkan izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena hanya menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang-undang.
Pada saat ini tindakan korupsi di Indonesia semakin hari semakin berkembang pesat, di berbagai media massa baik media elektronik maupun media cetak fokus berita utamanya kebanyakan mengenai tindakan korupsi di kalangan pejabat. Virus korupsi di Indonesia sudah  menyerang seluruh kalangan pejabat dari level tertinggi tingkat negara sampai dengan tingkat RT/ RW. Kita sebagai warga negara Indonesia, generasi muda, penerus perjuangan bangsa, kita harus ikut andil paling tidak dapat menekan jumlah tindakan korupsi di Indonesia. Di mulai dari hal yang terkecil, yaitu disiplin dan jujur dalam segala hal, contohnya: sebagai seorang mahasiswa kita harus disiplin dalam mengikuti mata kuliah, disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak jujur dalam mengerjakan ujian  dll. Apabila dalam hal disiplin yang terkecil itu saja kita tidak bisa menerapkan dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa, berarti itu sama saja kita telah melatih diri kita untuk menjadi seorang koruptor.
             Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia yaitu:
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh. Kesadaran rakyat dalam memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani yang dianggap paling baik dan tidak menerima suap merupakan salah satu langkah untuk menghindari adanya kasus korupsi.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. Penanaman nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga sangat diperlukan agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas kepentingannya sendiri sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan menjadi sesosok pemimpin yang memikirkan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadinya.
3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Para pemimpin saat ini haruslah menjadi teladan yang baik bagi generasi penerus bangsa, yaitu sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti korupsi, serta berupaya keras dalam membongkar dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku korupsi, bukan malah sebaliknya.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. Sanksi yang tegas dan tidak memihak memang sangat diperlukan dalam menangani kasus korupsi di Indonesia. Para pelaku korupsi harus dijatuhi hukuman setimpal yang dirasa dapat memberikan efek jera dan takut baik bagi pelaku maupun orang lain yang akan melakukan tindakan korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat digunakan seefisien mingkin. Serta untuk membentuk sistem baru yang terorganisir dengan adil dan jauh dari korupsi.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7. Penetapan sistem penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Itu sulit berjalan dengan baik, bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk mencukup nafkah keluarganya. Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan hidup lain yang layak. Karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar tidak menjamin seseorang tidak korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya gaji tidak lagi bisa menjadi pemicu korupsi.
8. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
9. Perhitungan kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi. Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan, keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab menjadi cara yang tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh para anggota DPR untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar