Kasus-kasus korupsi di
Indonesia sudah sangat banyak. Bahkan sebagian ilmu sosial sudah menyatakan
bahwa korupsi itu sudah mengakar menjadi budaya bangsa Indonesia. Kalau benar
pernyataan tersebut, tentunya akan bertentangan dengan konsep bangsa Indonesia
yang memiliki nilai-nilai luhur seperti yang terkandung di Pancasila, ataupun
seperti yang telah diajarkan oleh agama-agama yang berkembang subur di
Indonesia. Korupsi bukan lagi suatu pelanggaran hukum, akan tetapi di Indonesia
korupsi sudah sekedar menjadi suatu kebiasan, hal ini karena korupsi di
Indonesia berkembang dan tumbuh subur terutama di kalangan para pejabat dari
level tertinggi pejabat negara, sampai ke tingkat RT yang paling rendah.
Perkembangan yang cukup subur ini berlangsung selama puluhan tahun. Akibatnya
penyakit ini telah menjangkiti sebagian generasi yang kemudian diturunkan ke
generasi berikutnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk memutuskan rantai
generasi korupsi adalah dengan menjaga kebersihan generasi muda dari jangkitan virus
korupsi., Sehingga tidak heran jika negara Indonesia termasuk salah satu negara
terkorup di dunia.
Korupsi yang semakin subur dan seakan
tak pernah ada habisnya, baik ditingkat pusat sampai daerah ; merupakan bukti
nyata betapa bobroknya moralitas para pejabat pemerintahan kita. Namun apakah
korupsi hanya diakibatkan oleh persoalan moralitas belaka?.Setidaknya ada dua
hal mendasar yang menjadi penyebab utama semakin merebaknya korupsi. Pertama:
mental aparat yang bobrok. Menurut www.transparansi.or.id, terdapat banyak
karakter bobrok yang menghinggapi para koruptor. Di antaranya sifat tamak.
Sebagian besar para koruptor adalah orang yang sudah cukup kaya. Namun, karena
ketamakannya, mereka masih berhasrat besar untuk memperkaya diri. Sifat tamak
ini biasanya berpadu dengan moral yang kurang kuat dan gaya hidup yang
konsumtif. Ujungnya, aparat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi.
Yang lebih mendasar lagi adalah tidak adanya iman Islam di dalam tubuh aparat.
Jika seorang aparat telah memahami betul perbuatan korupsi itu haram maka
kesadaran inilah yang akan menjadi self control bagi setiap individu untuk
tidak berbuat melanggar hukum Allah. Sebab, melanggar hukum Allah, taruhannya
sangat besar: azab neraka. Kedua: kerusakan sistem politik, hukum dan
pemerintahannya. Kerusakan sistem inilah yang memberikan banyak peluang kepada
aparatur Pemerintah maupun rakyatnya untuk beramai-ramai melakukan korupsi.
Peraturan perundang-undangan korupsi yang ada justru diindikasi “mempermudah”
(Jika ada pejabat negara –setingkat bupati dan anggota DPR/D—tersangkut perkara
pidana harus mendapatkan izin dari Presiden) timbulnya korupsi karena hanya
menguntungkan kroni penguasa; kualitas peraturan yang kurang memadai, peraturan
yang kurang disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang
tidak konsisten dan pandang bulu, serta lemahnya bidang evaluasi dan revisi
peraturan perundang-undang.
Pada saat ini tindakan
korupsi di Indonesia semakin hari semakin berkembang pesat, di berbagai media
massa baik media elektronik maupun media cetak fokus berita utamanya kebanyakan
mengenai tindakan korupsi di kalangan pejabat. Virus korupsi di Indonesia
sudah menyerang seluruh kalangan pejabat
dari level tertinggi tingkat negara sampai dengan tingkat RT/ RW. Kita sebagai
warga negara Indonesia, generasi muda, penerus perjuangan bangsa, kita harus
ikut andil paling tidak dapat menekan jumlah tindakan korupsi di Indonesia. Di
mulai dari hal yang terkecil, yaitu disiplin dan jujur dalam segala hal, contohnya:
sebagai seorang mahasiswa kita harus disiplin dalam mengikuti mata kuliah,
disiplin dalam mengerjakan tugas, tidak jujur dalam mengerjakan ujian dll. Apabila dalam hal disiplin yang terkecil
itu saja kita tidak bisa menerapkan dalam diri kita sebagai seorang mahasiswa,
berarti itu sama saja kita telah melatih diri kita untuk menjadi seorang
koruptor.
Beberapa cara yang dapat ditempuh
untuk mengatasi masalah kurupsi di Indonesia yaitu:
1. Adanya kesadaran
rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial, dengan tidak bersifat acuh tak acuh. Kesadaran rakyat dalam
memilih pemimpin sesuai dengan hati nurani yang dianggap paling baik dan tidak
menerima suap merupakan salah satu langkah untuk menghindari adanya kasus
korupsi.
2. Menanamkan aspirasi
nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. Penanaman
nasionalisme sejak dini pada generasi penerus bangsa juga sangat diperlukan
agar mereka mencintai bangsa dan negara indonesia diatas kepentingannya sendiri
sehingga kelak jika menjadi pemimpin ia akan menjadi sesosok pemimpin yang
memikirkan bangsa Indonesia diatas kepentingan pribadinya.
3. Para pemimpin dan
pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. Para pemimpin saat
ini haruslah menjadi teladan yang baik bagi generasi penerus bangsa, yaitu
sesosok pemimpin yang jujur, adil, dan anti korupsi, serta berupaya keras dalam
membongkar dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku korupsi, bukan
malah sebaliknya.
4. Adanya sanksi dan
kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. Sanksi yang
tegas dan tidak memihak memang sangat diperlukan dalam menangani kasus korupsi
di Indonesia. Para pelaku korupsi harus dijatuhi hukuman setimpal yang dirasa
dapat memberikan efek jera dan takut baik bagi pelaku maupun orang lain yang
akan melakukan tindakan korupsi.
5. Reorganisasi dan
rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah
departemen, beserta jawatan dibawahnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
penggunaan dana rakyat yang seharusnya dapat digunakan seefisien mingkin. Serta
untuk membentuk sistem baru yang terorganisir dengan adil dan jauh dari
korupsi.
6. Adanya sistem
penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem
“ascription”.
7. Penetapan sistem
penggajian yang layak. Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya.
Itu sulit berjalan dengan baik, bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat
tetaplah manusia biasa yang mempunyai kebutuhan hidup serta kewajiban untuk
mencukup nafkah keluarganya. Maka, agar bisa bekerja dengan tenang dan tidak
mudah tergoda berbuat curang, kepada mereka harus diberikan gaji dan tunjangan
hidup lain yang layak. Karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh
terhadap sistem penggajian dan tunjangan di negeri ini. Memang, gaji besar
tidak menjamin seseorang tidak korupsi, tapi setidaknya persoalan rendahnya
gaji tidak lagi bisa menjadi pemicu korupsi.
8. Sistem budget
dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi,
dibarengi sistem kontrol yang efisien.
9. Perhitungan
kekayaan. Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah
dengan cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah
melakukan korupsi. Bisa saja ia mendapatkan semua kekayaannya itu dari warisan,
keberhasilan bisnis atau cara lain yang halal. Tapi perhitungan kekayaan dan
pembuktian terbalik sebagaimana telah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab
menjadi cara yang tepat untuk mencegah korupsi. Semasa menjadi Khalifah, Umar
menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat
kenaikan yang tidak wajar, yang bersangkutan diminta membuktikan bahwa kekayaan
yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Cara inilah yang sekarang
dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat efektif
mencegah aparat berbuat curang. Tapi anehnya cara ini justru ditentang oleh
para anggota DPR untuk dimasukkan dalam perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar